PRODUKSI PEMBUATAN FILM
PENDEK
Kata Pengantar
Modul bahan ajar ini merupakan sebuah panduan yang bisa
digunakan mahasiswa untuk membuat karya film. Panduan ini akan berisi berbagai
hal tentang produksi film baik pra produksi, produksi, sampai dengan pra
produksi. Dengan adanya panduan ini diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan
ilmu yang telah didapat di kelas secara terarah.
A. PENJELASAN
1. DASAR DAN PRINSIP PEMBUATAN FILM
Media massa merupakan salah satu
bagian referensi pengalaman kognitif dari kehidupan sehari-hari individu dalam
masyarakat modern. Meski demikian, sedikit yang menyadari bahwa proses produksi
yang dilakukan oleh institusi media massa seperti filmatau juga yang disebut
dengan video dibuat melalui serangkaian tahapan yang rumit dan melibatkan
banyak individu dalam sistem organisasi institusi media massa dengan banyak
sekali manipulasi gambar dan teknik pembingkaian benda-benda dan manusia untuk
tujuan-tujuan psikologis yang disengaja.
Proses pembuatan film merupakan inti
dalam sinematografi. Sinematografi membahas baik hal-hal teoritis maupun
praktis untuk pengambilan gambar, editing, pencahayaan, tata suara maupun
hal-hal manajerial dalam pembuatan karya audiovisual baik untuk film maupun
televisi. Sinematografi bisa didefinisikan sebagai seni untuk menciptkan gambar
bergerak yang memiliki tujuan, bersifat informatif, dan menghibur. Film juga
memiliki kemampuan untuk merepresentasikan budaya tertentu.
Sebagaimana telah disampaikan
sebelumnya, Film merupakan salah satu bentuk media massa, dimana film memiliki
dua dimensi komoditas, pertama, sebagai komoditas ekonomi, dan kedua sebagai
komoditas budaya. Film dibuat oleh banyak pekerja biasanya tanpa hubungan
personal sebelumnya, dimana hubungan profesional yang ada akan terputus ketika
film tersebut telah dibuat. Sebagai komoditas ekonomi, industri perfilman
melibatkan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Film diproduksi oleh Production House atau organisasi
tertentu, disebar luarkan dengan teknik spesifik, baik secara komersial maupun
non komersil. Selain itu juga film dinikmati oleh audience yang tersebar luas dan memiliki motivasi yang beragam
dalam aktivitas menonton mereka. Konsumsi film yang terjadi dalam masyarakat
tentu saja memiliki efek, meski beragam dan tidak bisa digeneralisasikan. Salah
satu argumen dasar mengenai efek film bisa kita lihat dari dimensi film sebagai
bagian dari komoditas budaya. Ketika menonton film, audience tidak hanya melihat alur cerita yang terjadi, tetapi juga
setting, cara penyelesaian masalah, dan sudut pandang terhadap budaya tertentu.
Dengan kata lain, film membawa ideologi dan pemaknaan terhadap budaya atau
kelompok masyarakat tertentu.
Sebagai contoh, Hollywood, California,
merupakan lokasi atau sentral dari “dream
factory” yang merupakan simbol dari industrialisasi sinema. Hollywood
menawarkan narasi yang fokus pada pengembangan diri individual dan pencapaian
hidup dalam film-film yang dipertontonkan. Sejak 1900-an, Hollywood menawarkan
hiburan sekaligus “mimpi” sebagai warga Amerika Serikat, dan juga dunia. Periode
film modern dimulai sejak tahun 1907 di Amerika Serikat, dimana restrukturisasi
industri perfilman skala besar dan sistematis terjadi dan melahirkan pusat
perfilman dunia modern di Hollywood. Pasar film Hollywood tidak hanya beredar
secara lokal di negara Amerika Serikat, tetapi juga secara internasional. Meski
perfilm-an Amerika Serikat mendominasi, beberapa negara lain seperti Jepang,
Korea, Inggris dan Perancis, memiliki giat film yang cukup relevan di dunia.
Sebagaimana produk media massa
lainnya, film setidaknya melibatkan tiga unsur penting, yaitu pertama Ilmu
Komunikasi yang berkisar tentang tanda, simbol dan pemaknaannya oleh manusia
(berkaitan dengan alur logika); kedua Teknologi Komunikasi (berkaitan dengan
kamera atau device yang digunakan
untuk merekam gambar tiga dimensi di dunia nyata dan proses editing); dan ketiga skill yang dimiliki
oleh individu-individu yang terlibat dalam pembuatan produk media massa
manapun. Jika anda pernah menonton karya videografi yang memiliki gambar
memusingkan, kurang bercerita, alur tidak menentu atau membosankan, maka anda
sedang menyaksikan film/video yang tidak menerapkan ilmu-ilmu dalam
sinematografi dengan baik. Praktek pembuatan film ini merupakan kegiatan teknis
bagaimana membuat gambar dalam produksi film yang terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu pra-produksi, produksi, dan pasca produksi. Tahapan produksi dan contoh
laporan pembuatan film yang akan dijelaskan selanjutnya dalam modul praktikum
ini.
2.
DASAR DAN PRINSIP PRA-PRODUKSI FILM
Sinematografi
merupakan mata kuliah jurusan Ilmu Komunikasi yang membahas hal-hal teoritis
dalam pengambilan gambar, editing, pencahayaan, tata suara, dan berbagai hal
yang berkaitan dengan proses produksi film dan televisi. Fase Pra-produksi film
adalah kumpulan kegiatan yang meliputi semua persiapan yang harus dilakukan
sebelum proses produksi sebuah film dilakukan. Pra-produksi merupakan tahap
penting yang harus dilalui untuk membuat sebuah film yang berkualitas. Produk
atau film yang tidak memiliki persiapan yang baik bukan berarti akan
menghasilkan karya yang buruk, tetapi persiapan yang ditempuh pada waktu tahap
pra produksi akan memudahkan proses pengambilan gambar dan proses editing, yang
berhubungan erat dengan penghematan waktu dan biaya produksi secara
keseluruhan.
Fase
pra-produksi merupakan proses non linear, yang tidak memiliki aturan baku
mengenai apa saja yang perlu untuk dibuat. Tiga hal utama dalam proses
pra-produksi adalah penentuan jadwal pengambilan gambar, menentukan pendanaan
dan besar dana, serta membuat script dari film yang akan dibuat. Bagi kru dan
pemain film, script membantu untuk memvisualisasikan tampilan dan kualitas dari
project yang sedang dikerjakan.
Proses
pra-poduksi melibatkan perencanaan atas narasi, alur, teknik pengambilan
gambar, pemikiran lokasi, budgeting, hingga pemilihan aktor. Ketika anda telah
mendapatkan inspirasi judul atau tema, sebelum anda menentukan alur
keseluruhan, anda dan tim harus menyediakan waktu untuk tahapan pertama dalam
proses pra produksi yang disebut dengan penentuan elemen-elemen sinematik,
yaitu:
1. Menentukan
Spines atau inti cerita,
yang merupakan dasar atas kesatuan tematik yang bisa terlihat dari judul atau
tema film. Contoh dari salah satu film Hollywood tahun 2006 yang berjudul Lake
House:
Spines juga
bisa disebut dengan plot point, yaitu
pembentukan peristiwa-peristiwa signifikan yang menjadi alur utama cerita yang
ada, sekaligus memastikan perkembangan alur cerita. Setidaknya, dalam sebuah
film, terjadi dua plot point dimana plot point pertama umumnya terjadi di
menit ke-30, sedangkan plot point ke
dua terjadi di sekitar menit ke-90 dari rentang durasi normal 100-120
menit.Jika digambarkan dalam sebuah plot, maka diagram dari plot point atau spines bisa terlihat dalam diagram di bawah ini:
2. Menggambarkan
Tokoh Utama.
Karya sinematografi yang ideal selalu memiliki tokoh protagonis yang dominan
dalam alur cerita, yang disebut juga dengan tokoh utama. Karakter ini merupakan
fokus utama dalam keseluruhan cerita dalam film. Yang perlu diingat, tokoh
utama sebaiknya tidak selalu terlihat dalam keseluruhan scene dan sequence film.
3. Menentukan
karakter-karakter pendukungyang
diperlukan dalam sebuah film, selain sebagai penentu settingdan konflik dalam cerita, karakter-karakter yang ada dalam
plot cerita merupakan hal yang memperkaya dinamika komunikasi dan interaksi
dalam cerita tersebut. Cerita yang terbaik adalah yang memiliki alur sederhana,
tetapi karakter yang kompleks (Lucy dalam Proferes, 2005). Pada saat menentukan
karakter, kita juga perlu untuk memikirkan (a) aspek yang menjadi tujuan utama
dari karakter yang kita buat; (b) rahasia dari karakter utama; (c) reaksi dan
respons dari karakter saat bersinggungan dengan tokoh antagonis; (d) ciri khas
tokoh yang memiliki hubungan signifikan dengan cerita yang dibuat; (e) Bagaimana
perlakuan orang-orang di sekitarnya, dan (f) Cara dia menyelesaikan masalah.
4. Menentukan
situasi atau setting cerita yang memberikan perspektif dari karakter yang
terlibat dalam cerita. Situasi ini bisa diceritakan dari sudut pandang orang
ketiga dengan keberadaan narator dalam film, atau secara subyektif dari sudut
pandang pemeran utama atau tokoh utama yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Mendesain
dinamika hubungan, atau
yang disebut juga dengan “dramatic juice”, yaitu pengayaan perspektif permasalahan
yang ada dari sudut pandang beberapa karakter. Poin utama dari dinamika
hubungan ini adalah bagaimana sebuah karakter memandang karakter lain pada saat
itu. Hal ini bisa dilihat dari reaksi-reaksi karakter dalam film atas ketidak
adilan, kekejama, bagaimana dia mempertanggung jawabkan masalah yang dibuatnya,
serta reaksinya terhadap tujuan yang tidak tercapai.
6. Menentukan
Wants atau
keinginan. Wants merupakan goal atau
tujuan jangka pendek yang ingin diraih dalam film yang ada, berbeda dengan spines yang merupakan alur utama dari
cerita.
7. MendesainExpectation atau harapan, yang melibatkan emosi penonton atas apa
yang akan terjadi pada karakter-karakter yang ada dalam plot cerita. Misalnya,
ketika dua orang yang saling mencintai dalam film bertengkar, harapan yang bisa
dibuat adalah mereka akan berpisah selamanya, mereka menemukan solusi atas
permasalahan mereka dan bersatu, atau mereka menemukan orang yang lebih bisa
mengerti dan memahami mereka sehingga mereka berpisah dengan baik-baik.
8. Mengarang Actions, yaitu perilaku yang melahirkan hubungan dinamis dan
keadaan-keadaan tertentu. Aksi ini bukan berarti simulasi gerakan silat,
melainkan sikap yang tercermin dalam tindakan-tindakan baik sederhana maupun
kompleks yang telah didesain dalam plot cerita. Actions bisa dilihat baik
melalui gerakan-gerakan gesture tubuh,
cara berekspresi, maupun cara berbicara atau dialek.
9. Menjabarkan alur plot cerita dalam Activity. Activity berbeda dengan
action, dimana action berupa perilaku setiap karakter, dimana activity adalah
rutinitas atau narasi dari plot yang ada.
10. Keseluruhan elemen cerita yang ada
disambungkan oleh Acting Beats atau irama
dari acting, yang bergantung pada dinamika alur cerita yang ada.
Keseluruhan
elemen di atas bisa tetapi tidak didokumentasikan secara tertulis, misalnya,
ketika menentukan karakter dalam film, kita bisa berjalan-jalan dan mengambil
gambar dari orang-orang yang menarik, dan berusaha menduga bagaimana mereka
menjalani hidup dengan segala permasalahan yang mungkin terjadi padanya. Meski
demikian, untuk memudahkan proses komunikasi atas penentuan elemen-elemen di
atas, maka sineas dapat membuat Film Treatment. Film treatment memudahkan kita
untuk mengorganisasikan pemikiran, dialog-dialog yang mungkin muncul, dan
sebagainya. Treatment ini bukan saja berisi urutan kejadian, tetapi juga
goal/tujuan yang jelas untuk memberikan arah, serta alasan mengapa sebuah
cerita perlu untuk didengar atau diperhatikan oleh audience.
Film
yang baik memiliki three-act structure yang
jelas, dalam artian, memiliki awalan atau perkenalan atas karakter-karakter
yang ada, lalu bagian eskalasi masalah dan konflik-konflik yang terlihat di gesekan-gesekan kepentingan
antar karakter, klimaks, yaitu pecahnya masalah yang ada sehingga seolah-olah
tidak terpecahkan, dan kemudian anti-klimaks berupa penyelesaian masalah atau
akhir dari sebuah cerita. Bagian awal dalam film biasanya berdurasi 30% dari
keseluruhan alur, sementara bagian tengah 50%, dan akhir 20%, misalnya jika
sebuah film berdurasi 100 menit, maka bagian awal berdurasi 20-30menit, bagian
tengah 40-50menit, dan akhir berdurasi 20 menit.
Dua pendekatan
untuk produksi film, terutama yang bergenre dokumenter yaitu pendekatan
induktif (shoot dulu baru potong footage sesuai dengan keperluan), atau dengan
pendekatan deduktif (menulis script baru kemudian mencari footage). Kedua cara
ini diperbolehkan dalam produksi film.
Ketika
elemen-elemen sinematografik yang ada di atas telah direncanakan dengn baik dan
dikembangkan dalam plot berdasarkan three-act
structure, maka yang perlu dilakukan kemudian adalah menentukan Jadwal
pengambilan gambar, menghitung Budget, serta membuat Script, yang bisa dilihat
dalam proposal film di bagian berikutnya.
3. PRODUKSI FILM
1. Manajemen Produksi
Sebuah kerja produksi film berada di
tangan manajemen seorang produser, Meski praktik produksi sepenuhnya berada di
bawah kebijakan dari sutradara. Produser bertanggung jawab untuk mencari hingga
mengelola dana sesuai dengan budget yang ada, denagan kata lain, ia bertugas
mengatur dan bertanggung jawab atas semua alur produksi film.
Di tingkat produksi terdapat berapa
bagian kru yang lain, yaitu Produser juga memiliki tanggung jawab terhadap
kerja camera person yang bertugas
mengambil gambar, kru lighting yang
bertugas mengatur cahaya, kru kostum dan make up yang bertugas mengatur kostum
dan make up pemeran, serta kru peralatan yag bertugas menyediakan peralatan.
2. Job Description masing - masing kru
dalam pembuatan film
Tugas dari masing-masing kru dalam sebuah
pembuatan film mutlak diketahui setiap awak produksi sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Berikut ini tugas masing-masing kru dalam pembuatan film:
a. Sutradara
Seorang sutradara yang baik haruslah
mempunyai jiwa kepemimpinan dan manajerial yang baik. Ia akan mengarahkan dan
bertanggung jawab terhadap semua proses produksi dari awal hingga akhir. Seorang sutradara yang baik juga harus
memahami bagaimana sistem kerja setiap bagian dalam pembuatan film. Karena ia
memimpin semua kegiatan dalam proses produksi. Pemahaman yang mumpuni akan
sinematografi mutlak dimiliki oleh seorang sutradara sehingga pengarahan yang
diberikan akan menghasilkan sebuah film yang berkualitas.
b. Camera Person
Seorang Camera Person adalah orang
yang bertanggung jawab mengoperasikan kamera dalam setiap pengambila gambar.
Untuk kelancaran proses produksi seorang camera person juga harus mempelajari
naskah, mempersiapkan peralatan yang berhubungan dengan kamera yang ia bawa
seperti tripod, baterai, monitor, kabel, dan headphone.
c. Lightingman
Seorang lightingman merupakan orang
yang bertanggung jawab terhadap pencahayaan yang diperlukan dalam pembuatan
film. Seorang lightingman yang baik harus mengetahui naskah dan konsep film
secara umum. Ia bertugas menyediakan kebutuhan pencahayaan dan menata setting
lampu dari setiap adegan.
d. Soundman
Kru ini bertanggung jawab memastikan
perekaman suara dalam pengambilan gambar berjalan dengan baik. Kru sound ini
harus mampu menggunakan dan memelihara peralatan perekaman suara yang digunakan
dalam proses pembuatan film.
e. Pencatat Adegan dan Clipper
Pencatat adegan ini bertugas mencatat
semua perekaman gambar. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan editor dalam
melakukan tugasnya. Apa saja yang dicatat oleh kru ini adalah scene, shoot,
take, time code, dan keterangan. Pencatat adegan ini juga bertugas untuk
mencatat semua keterangan seperti ide - ide yang muncul di saat pengambilan
gambar untuk editor. Ia juga mencatat misalnya dalam satu adegan berapa kali pengambilan
gambar dilakukan, dan gambar pada ambilan keberapa yang terbagus, sehingga
editor bisa lebih mudah dan cepat menggabungkan gambar-gambar terbaik.
Sedangkan seorang kleper bertugas menunjukkan kepada editor keterangan setiap
shot kepada editor lewat papan kleper yang ia bawa.
f. Art Departement
Art departement merupakan divisi yang
bertanggung jawab terhadap set film.
Divisi ini berkoordinasi intensif dengan kameramen dan sutradara. Fungsi
dari divisi ini adalah merealisasikan segi visual maupun audio yang artistik
dari naskah film yang sudah dibuat. Divisi ini meliputi kru setting, make up, wardrobe, dan property.
Kru setting bertanggung jawab mengolah
lokasi pengambilan gambar menjadi sesuai naskah yang telah dibuat. Sedangkan
kru make up bertanggung jawab mengolah pemeran khususnya tata riasnya sesuai
naskah yang ada dan hampir sama dengan kru make up, dan biasanya jadi satu
dengan kru wardrobe yang menyediakan kostum yang digunakan pemeran.
3. Mempersiapkan dan menggunakan Kamera
Ketersediaan kamera video dalam sebuah
produksi film mutlak dibutuhkan. Sebuah Film yang menuntut kualitas yang baik
memerlukan kamera video yang profesional. Perbedaan antara kamera video
profesional dan kamera video biasa (handycam) terletak pada resolusi gambar
yang dihasilkan. Sebuah gambar dengan resolusi tinggi akan menampakkan obyek
dalam gambar dengan tajam atau tidak pecah. Selain itu kamera profesional
merupakan kamera yang didesain mempunyai stabilitas pengambilan gambar yang
lebih baik daripada kamera video handycam. Kamera ini mempunyai penstabil
gambar baik dari sisi perangkat lunaknya maupun dari sisi desainnya.
Mempersiapkan sebuah kamera perlu diperhatikan
beberapa hal seperti white balance, pencahayaan,
dan stabilitas gambar. Settingan white
balance merupakan settingan untuk menstandarkan warna dari gambar yang
dihasilkan. Warna gambar yang dihasilkan bila settingan ini tidak diperhatikan,
warna gambar akan cenderung merah (reddish)
atau bisa juga cenderung biru (bluish).
Settingan ini menggunakan warna putih untuk menstandarkan warna-warna yang akan
diambil sehingga standarnya dinamakan white
balance. Settingan ini biasanya di banyak kamera memiliki settingan
otomatis, tetapi mengecek ulang settingan ini di menu sebuah kamera sebelum
penggunaan adalah hal yang penting untuk menghasilkan warna gambar yang
standar. Resolusi untuk film yang akan dibuat sebaiknya 16:9, tetapi jika ingin
membuat film yang terkesan klasik, bisa menggunakan resolusi 4:3 dengan format
DV/Pal. Selain itu, pada saat mengambil gambar, usahakan tidak banyak gerakan
yang tidak diperlukan di kamera (kamera
steady) dengan penambahan durasi shot tiga detik di awal dan akhir untuk editing.
Aturan dalam proses pengambilan gambar, bisa
dilihat di dalam Modul Bahan Ajar Mata Kuliah Sinematografi.
4.
PASCA PRODUKSI/EDITING FILM
Proses editing merupakan proses pasca
produksi, dimana potongan-potongan gambar yang diambil sebelumnya kemudian digabungkan
dengan software khusus sesuai dengan alur cerita atau script yang telah dibuat
sebelumnya. Jika film yang dibuat tidak memiliki script, maka kameraman perlu
menjelaskan bagian-bagian penting, dan bersama dengan sutradara, membuat
potongan-potongan clip yang diberi urutan sehingga gambar bergerak yang
dimiliki mempunyai alur cerita.
Motivasi pembuatan film seperti
tujuan, genre yang telah ditentukan, serta alasan pembuatan film pendek;
Informasi tentang keseluruhan alur cerita, pengaturan komposisi yang
diinginkan, kebersambungan keseluruhan ide cerita dalam gambar, judul yang telah
ditentukan, maupun suara baik dalam bentuk kata-kata yang diucapkan, sound
effect, maupun musik yang dipadu padankan, perlu untuk menjadi perhatian utama
pada saat melakukan editing.
Tahapan editing yang perlu diingat:
1.
Preview screening & Logging
Keseluruhan stock shot yang dimiliki
kemudian ditransfer ke dalam komputer atau laptop, kemudian dipilih
bagian-bagian yang dirasa penting, baik dengan teknik cutmaupun dengan proses pencatatan waktu dan nomer kamera dari
gambar yang dipilih tersebut atau yang disebut dengan proses logging. Pastikan format video transfer
.avi dengan dimensi 720X576 pixels.
2.
Assembling
Pada tahapan ini, editor telah
memasukkan potongan-potongan video sesuai dengan urutan yang telah ditentukan
dalam skenario. Jangan memasukkan efek transisi pada tahapan ini. Hasil dari
penyatuan urutan gambar di tahapan ini disebut dengan rough cut. Alasan utama mengapa pada tahap assembling tidak diharapkan memiliki transisi karena memori
komputer akan terpakai banyak dan komputer menjadi lebih lambat. Selain itu, kemungkinan
berubahnya timeline atau timecode bisa terjadi ketika kita merubah urutan gambar.
3.
Fine Cut
dan Trimming
Gambar rough cut yang telah disusun kemudian dirapikan/dihaluskan,
kemudian efek ditambahkan untuk menyambung perpindahan antar shot/scene. Dalam fase ini, semua gambar
kemudian disamakan dimensi warnanya dengan proses color grading. Kemungkinan mendapatkan gambar yellowish atau kekuningan, reddish
atau kemerahan pada saat proses pengambilan gambar sangat besar, sehingga perlu
dilakukan kroscek terhadap warna dari keseluruhan gambar yang dimiliki.
Software yang bisa membantu anda untuk tahapan ini adalah Adobe after effect.
Selain color grading, teks dalam bentuk tulisan, baik judul, counting leader, bumper in/out, subtitle, ataupun
credit title sudah bisa ditambahkan.
Proses ini disebut dengan Titling.
4.
Audio Mixing
Merupakan proses penyelasaran suara.
Bisa berupa penghilangan noise dari
video yang telah kita punya sebelumnya, maupun penambahan voice over dan sound effect serta musik pada bagian-bagian yang
telah direncanakan sesuai dengan skenario yang ada. Software yang bisa
dimanfaatkan antara lain Adobe Audition atau
Cool Edit Pro.
5.
Release Master
Ketika semua proses telah dilewati,
maka kemudian hasil akhirnya akan melalui proses rendering untuk mengeksport file yang dimiliki ke dalam bentuk movie. Pastikan komputer anda memiliki
memori yang cukup supaya tidak berhenti di tengah jalan. Selain itu, perhatikan
format video yang diinginkan (tugas sinematografi memberi batasan format video:
.avi; .mov; dan .mpeg). Selalu pastikan device yang anda gunakan tidak sedang
membuka program lain karena selain memakan waktu yang relatif cukup lama, mesin
komputer cenderung cepat panas dalam proses rendering,
sehingga untuk mengurangi resiko komputer hang
atau diam, maka sebaiknya tidak menjalankan program yang lain.
B. TUJUAN
Praktikum yang dilakukan oleh
mahasiswa yang mengambil mata kuliah Sinematografi bertujuan untuk:
1.
Memahami
prinsip-prinsip dasar dalam sinematografi
2.
Mampu
mempraktikkan cara bekerja sebagai profesional dalam tim dan implementasi
softskill yang diperlukan dalam creative partnership untuk karya
sinematografi.
3.
Mampu
mengembangkan dan mengimplementasikan manajemen perencanaan keuangan dan
pelaporan event yang diperlukan dalam communication
project yang sukses.
C. OUTPUT DAN HASIL
Setelah diadakan praktikum,
diharapkan mahasiswa nantinya akan:
1.
Memiliki
kemampuan kognitif dan psikomotorik yang baik dalam mendesain dan membuat film;
2.
Memiliki
soft skill yang diperlukan untuk
bekerja dalam tim produksi, baik sebagai leader
maupun anggota tim.
3.
Memiliki
pengalaman dalam manajemen perencanaan keuangan dan pelaporan event yang
diperlukan dalam communication project yang
sukses.
D. BAHAN DAN ALAT
1. PERLENGKAPAN
a.
Peralatan
tulis, seperti bolpoin dan buku catatan
(note book)
b.
Peralatan
perekam atau digital recorder (pilihan)
c.
Kamera
video profesional, lampu untuk lighting, Microphone,
Tripod, dan lain sebagainya
d.
Komputer
untuk editing yang mampu untuk mengoperasikan Adobe Premiere atau Final Cut Pro
(diperlukan saat transfer data dan editing/penyuntingan).
e.
Hardisk
untuk back up data atau menyimpan data (diperlukan saat transfer data dan editing/penyuntingan)..
E. LOKASI DAN WAKTU
Kegiatan praktikum ini berlokasi di lingkungan Universitas
Brawijaya, Malang, terutama untuk perencanaan produksi film. Meski demikian,
lokasi pengambilan gambar tidak dibatasi, selama komunikasi antar dosen dan
mahasiswa yang bersangkutan tidak mengalami kendala berarti, sehingga kontrol
dan pengawasan, serta manajemen resiko dipastikan berjalan dengan baik.
Praktikum untuk proses pra produksi film berjalan sejak
minggu ke-2 hingga minggu ke-6 baik sesuai jadwal perkuliahan, maupun di
waktu-waktu yang disepakati sebelumnya untuk berkonsultasi. Di minggu pertama,
mahasiswa ditugaskan untuk menentukan tema serta mulai membuat sebuah sinopsis
yang kemudian dipresentasikan di minggu ke-2. Proses ini dinamakan pitching project, dimana mahasiswa yang
memiliki ide terbaik, otomatis menjadi ketua kelompok, dan mahasiswa-mahasiswa
yang menyukai dan ingin bergabung dengan mahasiswa yang telah menjadi ketua
kelompok, dibebas tugaskan dari kewajiban untuk melakukan pitching project.Pada rentang waktu tersebut, mahasiswa peserta
praktikum ditugaskan untuk mulai membuat treatment film, sinopsis, dan
melakukan presentasi atas proposal film di minggu ke 7 atau pada saat UTS.
F.
LANGKAH-LANGKAH PRAKTIKUM
Sebuah
film yang bagus mensyaratkan sebuah konsep yang matang. Setelah menentukan tema
dan judul film, maka kemudian konseptualisasi dan desain film perlu untuk mulai
dibuat. Sebuah konsep yang bagus harus memenuhi beberapa tahap yang harus
dilakukan diawal seperti: (a) tujuan pembuatan film; (b) pesan apa yang mau
disampaikan dalam film yang dibuat; dan, (c) siapa penikmat film yang akan
dibuat; (d) serta hal-hal teknis seperti perhitungan budget, durasi, pemilihan
kru, peralatan, penjadwalan shooting dan
casting. Berikut ini penjelasannya
satu persatu:
1. Penentuan tujuan Pembuatan Film
Pada dasarnya, pesan teks media merupakan
pesan yang sifatnya disengaja dan melalui proses yang rumit dan melibatkan
individu-individu dalam industri kompleks yang melibatkan teknologi. Tujuan ini
harus jelas untuk bisa dikembangkan dalam setiap detail gambar di dalam film.
Setidaknya ada tiga tujuan dalam pembuatan produk media massa, yaitu untuk
hiburan, untuk pendidikan (dan kegiatan non profit lainnya), dan untuk tujuan
komersial (misalnya film yang sepenuhnya dibiayai oleh kegiatan marketing dalam
bentuk product placement). Dalam
dunia profesional, tujuan-tujuan ini biasanya ditentukan dalam bentuk pitching atau meeting antara pengiklan dan produser film ataupun klien lain dari
pembuat film. Semua detail film akan mengarah pada tujuan pembuatan ini,
seperti pesan apa yang akan disampaikan, naskah, narasi, shooting script,
pemilihan talent atau pemeran, sampai pemilihan alat dan lokasi pengambilan
gambar. Misalkan sebuah tujuan pembuatan film yang mengajak penonton untuk
peduli lingkungan akan memerlukan lokasi pengambilan gambar yang banyak
menggambarkan keasrian alam, kamera berlensa wide yang bisa mengambil suasana
alam, serta narasi yang bermuatan persuasif.
Selain berdasarkan tujuan pembuatan, penentuan
teks media, dalam hal ini film juga bisa didasarkan pada genre atau jenis film
yang akan dibuat. Terdapat dua kategori film yaitu, film komersial dan film
indie. Film komersial dibuat dalam rangka menjangkau audience yang beragam serta mendapatkan keuntungan, sedangkan film
indie atau film independen tidak memiliki jalur distribusi seluas film skala
industri dan biasanya dibuat untuk kalangan tertentu atau tujuan yang spesifik.
Terdapat setidaknya 20 genre film berdasarkan tingkat ketegangan atau tension
di dalamnya, seperti yang terlihat dari gambar di bawah ini:
3. Penentuan Pesan dalam Film
Dari tujuan yang sudah tergambar seorang yang
ingin membuat film atau bisa dikatakan produser ini akan menentukan pesan apa
yang disampaikan sehingga tujuan pembuatan film tercapai. Pesan yang akan
dimasukkan dalam pembuatan film haruslah fokus di satu pesan utama. Terfokusnya
pesan ini bertujuan untuk memudahkan penonton menangkap maksud dari pesan yang
disampaikan dalam film. Seperti contoh sebelumnnya film yang bertujuan
membangkitkan kepedulian lingkungan akan terbiaskan pesannya bila pesan tentang
anti rasial ikut serta dimasukkan.
Sebuah karya film yang baik tentu memerlukan
sebuah riset yang kuat sehingga mampu menjadi acuan dalam melakukan proses
pembuatannya. Riset ini bisa berupa
pengumpulan data-data literatur, wawancara, maupun observasi langsung.
Data-data yang didapat ini dipertimbangkan untuk evaluasi proses yang berjalan
ataupun perencanaan proses yang akan dilakukan.
Misalnya proses survey lokasi bisa dilakukan
beberapa hari sebelum jadwal pengambilan gambar. Lokasi ini diperiksa dimana
spot-spot yang akan digunakan dalam adegan film, yang sebaiknya dilakukan
dengan bantuan kamera foto. Pengambilan contoh spot – spot yang diperlukan
dilokasi dengan menggunakan kamera foto akan sangat membantu dalam merencanakan
produksi film. Dengan hasil jepretan kamera foto tersebut perencanakan dimana
saja angle kamera menarik yang bisa digunakan dalam hari H pengambilan gambar
bisa dilakukan. Selain itu juga, hasil foto akan menjadi bahan pertimbangan
perlu tidaknya kru membawa tambahan cahaya untuk pengambilan gambar di spot
tersebut.
Observasi lokasi ini juga berguna
untuk bahan pertimbangan akhir untuk penyusunan budget dan pencarian terhadap
alternatif lokasi sejenis. Selain itu, observasi lokasi ini juga bisa menjadi
pertimbangan apakah konsep kreatif yang dibuat bisa diaplikasikan dilapangan.
Seperti yang telah dikatakan di paragraf sebelumya, kegiatan observasi ini juga
berguna untuk menentukan peralatan apa saja yang akan digunakan. Peralatan ini
bisa berupa seberapa kuat pencahayaan buatan yang diperlukan, tipe lensa kamera
seperti apa yang diperlukan, dan berapa banyak baterai kamera tambahan yang
harus dipersiapkan untuk mendukung kelancaran pengambilan gambar.
Selain itu tim kreatif juga perlu untuk
melakukan riset mengenai data literatur, baik berupa keadaan sosial politik
pada setting waktu yang telah ditentukan, catch
phrases atau kata-kata populer apa yang biasa digunakan. Tidak kalah
penting, riset yang dilakukan kemudian menentukan setting tempat dan wardrobe yang dikenakan oleh para talent. Selain itu, data yang ada juga
bisa digunakan untuk bahan narasi ataupun percakapan antar pemeran dalam adegan
film yang akan dibuat.
4. Penentuan Audience
Siapa penonton yang akan menikmati film yang
akan dibuat juga perlu diperhatikan. Sebuah film yang dibuat tanpa
memperhatikan siapa yang akan menontonnya akan sangat sulit diterima pesannya
oleh penontonnya. Film yang ditujukan untuk masyarakat berpendidikan rendah
tentu akan sangat sulit menerima konsep global warming, back to nature, ataupun
reboisasi sehingga konsep-konsep tersebut harus dijelaskan sesuai kemampuan
mereka dengan bantuan gambar-gambar yang mendukung.
Setidaknya ada lima penggolongan audience teks media elektronik
berdasarkan perbandingan alur cerita dan umur target segmen, yaitu: Dewasa (D),
Semua Umur (SU), Bimbingan Orang Tua (BO), Remaja (R), dan Anak-anak (A). Dari
segi isi atau content, pembagian target segmen audience bisa juga dilihat atas
dasar demografi dan psikografinya.
5. Teknik penentuan durasi, pemilihan
kru, peralatan, penjadwalan shooting, casting,
dan perhitungan budget.
a. Penentuan Durasi
Hal yang penting juga diperhatikan
diawal pembuatan film adalah penentuan berapa durasi yang diinginkan. Durasi
ini berpengaruh seberapa banyak pengambilan gambar yang diperlukan, durasi
waktu yang diperlukan dalam pengambilan gambar dan editing, biaya yang harus
dikeluarkan dalam proses produksi dan pasca produksi.
Tugas akhir dalam mata kuliah
sinematografi adalah pembuatan film pendek yang berdurasi 15-20 menit. Lama
pengambilan gambar serta penyuntingan atas film yang sedang diproduksi bisa
beragam, tergantung apakah film yang ada memiliki script yang pasti atau tidak. Jika tidak memiliki script, maka pengambilan gambar akan
memakan waktu yang lebih lama, dan tenaga yang lebih besar. Bagaimana
menentukan waktu, bisa dilihat di bagian scheduling
atau penyusunan jadwal.
b. Pemilihan kru
Bagaimana kemampuan kru yang berperan
dalam pembuatan film sangat menunjang kualitas film yang dihasilkan. Setiap tim
dalam sistem kerja sebuah pembuatan film perlu didukung oleh individu –
individu yang menguasai di tiap bagian tugasnya. Berikut ini beberapa bagian – bagian sistem
kerja sebuah pembuatan film.
Kru yang penting dalam pembuatan film
salah satunya adalah seorang sutradara. Seorang sutradara yang baik haruslah
mempunyai jiwa kepemimpinan dan manajerial yang baik. Ia akan mengarahkan dan
bertanggung jawab terhadap semua proses produksi dari awal hingga akhir. Seorang sutradara yang baik juga harus
memahami bagaimana sistem kerja setiap bagian dalam pembuatan film. Karena ia
memimpin semua kegiatan dalam proses produksi. Pemahaman yang mumpuni akan
sinematografi mutlak dimiliki oleh seorang sutradara sehingga pengarahan yang
diberikan akan menghasilkan sebuah film yang berkualitas.
Kru kamera atau disebut juga camera
person. Kru ini lebih disarankan mempunyai tinggi dan berat badan proporsional
sehingga bisa membawa kamera dengan stabil. Tinggi badan lebih diutamakan
proporsional karena selain mampu mewakili mata penonton, ia juga bisa membawa
kamera dengan sorotan yang minim halangan bila dibandingkan dengan tinggi badan
yang kurang. Tinggi badan seorang camera person lebih diutamakan lebih dari 165
cm.
Dalam perkuliahan ini, tidak semua
mahasiswa yang tergabung dalam kelompok anda memiliki skill yang sama. Tugas pemimpin tim dari kelompok yang ada adalah
mengidentifikasi kemampuan masing-masing individu dan mengawal serta mengawasi
pembagian tugas selama praktikum ini dilaksanakan.
c. Peralatan
Sebuah
hasil karya film yang baik tentu memerlukan peralatan pendukung yang sesuai
dengan kebutuhan. Beberapa alat utama yang sering digunakan dalam pembuatan
film biasanya berupa kamera, tripod, lighting, dan komputer editing.
Berdasarkan
research yang sudah dilakukan, mampu
memberi panduan alat tambahan atau jenis alat apa yang perlu digunakan.
Misalkan sebuah film tentang kehidupan bawah air misalnya tentu memerlukan
kamera dan peralatan pendukungnya yang tahan air. Beberapa peralatan dasar bisa
dipinjam dari laboratorium komunikasi dengan mengisi form yang tersedia di
www.komunikasi.ub.ac.id.
d. Penjadwalan shooting
Penjadwalan sebuah shooting atau pengambilan gambar akan
sangat bergantung pada kesiapan lokasi pengambilan gambar, kesiapan kru dan
peralatan, serta rencana batas waktu jadi dari sebuah film. Banyak hal juga
menjadi pertimbangan sebuah jadwal shooting
dibuat, namun beberapa hal yang telah disebutkan menjadi hal yang sangat
penting menjadi pertimbangan.
Kesiapan
lokasi pengambilan gambar bisa meliputi perijinan penggunaan lokasi,
pencahayaan yang sesuai, atau bisa juga berhubungan dengan hal-hal lain yang
sudah direncanakan di shooting script, selain
itu juga perlu untuk melakukan risk
assessment. Kesiapan kru dan peralatan bisa disesuaikan dengan jadwal kerja
tiap kru yang terlibat, ataupun waktu kerja para kru kapan tiap mereka siap
menjalankan proses pengambilan gambar ini. Sedangkan batas waktu yang
direncanakan hingga film yang akan diterselesaikan tentu juga berpengaruh pada
jadwal pengambilan gambar. Jangka waktu normal pengerjaan film pendek yang
berdurasi 15 menit umumnya berkisar satu bulan. Durasi pengambilan gambar umunya
lebih singkat bila dibandingkan durasi waktu yang dibutuhkan untuk persiapan
dan editing gambar. Waktu yang
dibutuhkan untuk pengambilan gambar rata-rata mebutuhkan waktu 2 - 3 hari jika
semua proses pra produksi lancar, sedangkan durasi waktu untuk editing bisa diperkirakan sekitar
seminggu termasuk revisi editing.
Penjadwalan
ini dapat dilakukan setelah anda melakukan script
breakdown. Dalam tahapan ini, anda perlu untuk melakukan identifikasi
terhadap aktor maupun pemeran tambahan atau figuran yang akan memerankan adegan
per sequence, properti yang
digunakan, pakaian dan make up,
kendaraan yang diperlukan, peralatan lain, atau perlu tidaknya backsound atau musik dalam scene atau sequence yang ada. Berikut formatnya:
Setelah
melakukan penentuan atas perlengkapan dan alat serta sumber daya lainnya, maka
kemudian anda perlu untuk melakukan penghitungan jadwal. Dalam satu hari kerja
dengan durasi normal 10 jam, yang dikurangi 1 jam untuk makan siang, 30 menit
untuk coffee break (15 menit pada
pagi hari dan 15 menit sore hari), hanya
terdapat 8 jam 30 menit waktu efektif. Ini merupakan perkiraan normal jika
semua anggota kelompok berkumpul di jam kerja. Oleh karena itu, dalam tim anda,
pikirkan seseorang yang bertugas untuk melihat dan melakukan manajemen waktu untuk
memastikan waktu pengambilan gambar berjalan dengan efektif dan efisien. Berikut contoh dari penghitungan jadwal untuk
film yang akan dibuat:
Kesalahan
atas manajemen waktu dan penghitungan jadwal yang tidak baik akan menghasilkan
keterlambatan produksi film, bahkan konflik internal yang bisa jadi menghambat produktivitas
seluruh kru yang ada.
e. Casting
Casting adalah pemilihan pemeran dalam
sebuah film. Memilih pemeran dalam sebuah film harus mempertimbangkan beberapa
hal. Pesan apa yang akan disampaikan ke penonton adalah salah satu hal yang
harus diperhatikan. Misalkan sebuah film pendek bertema mengenalkan kepedulian
lingkungan pada anak cenderung memerlukan pemeran anak - anak juga untuk
menarik perhatian mereka. Selain itu pemilihan pemeran dalam sebuah film tentu
memerlukan pertimbangan kemampuan akting di depan kamera
f. Perhitungan
budget
Biaya produksi ini perlu dipertimbangkan untuk
menjamin keberlangsungan proses pembuatan film dari awal hingga akhir.
Pembiayaan merupakan faktor penting yang mendukung semua tahap yang akan
dilalui. Hal-hal yang mempengaruhi besarnya pembiayaan biasanya meliputi durasi
film, keterjangkauan lokasi pengambilan gambar, talent atau pemeran yang
diambil, dan berapa banyak kru yang terlibat.
6. Pembentukan konsep kreatif
Konsep kreatif ini merupakan hal yang penting
dalam menarik minat penonton dalam mengikuti film yang dibuat. Pembentukan
konsep kreatif ini meliputi bagaimana alur cerita berjalan, gambar apa saja
yang akan diambil, lokasi mana saja yang dijadikan lokasi pengambilan gambar,
hingga penentuan pemeran yang akan ditampilkan.
Sebuah konsep kreatif dari film tentang
kepedulian lingkungan bisa ditunjukkan misalnya dengan menampilkan sebuah
tumbuhan kecil sebagai pemeran utama dalam film tersebut. Perjalanan kehidupan
yang dilalui sebuah tanaman tersebut ditampilkan dan seolah tanaman tersebut
berkeluh kesah kepada penonton.
7. Penentuan Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan hal penting untuk
mendukung terlaksananya proses dari awal hingga akhir produksi. Penentuan biaya
produksi bisa ditentukan dari apa saja alat yang digunakan seperti berapa
kamera yang dioperasikan dan berbagai alat pendukung lainnya. Selain itu berapa
kru yang terlibat yang akan berhubungan dengan berapa lama produksi berlangsung
dan berhubungan juga dengan fee dan biaya makan dan biaya operasional.
Lokasi juga sangat mempengaruhi besarnya biaya
produksi seperti jarak yang harus ditempuh ke lokasi pengambilan gambar. Hampir
semua poin yang disebutkan dalam penjabaran ini berhubungan dengan biaya yang
akan dikeluarkan. Sehingga faktor biaya ini perlu dipersiapkan dari awal untuk
menjamin terlaksananya semua fase pembuatan film.
8. Pembuatan Shooting Script
Shooting script adalah naskah yang berguna untuk
menyampaikan gagasan konsep kreatif yang telah dibuat kepada kru produksi film
khususnya sutradara. Shooting Script terbagi menjadi beberapa scene atau
adegan. Tiap scene atau adegan terpisah oleh waktu, tempat, ataupun kejadian
yang berbeda. Contoh dari shooting
script dan naskah audio-video bisa dilihat di halaman selanjutnya.